| 0 comments ]

(Oleh : Luthfi Assyaukani - Paramadina Mulia Jakarta)

Saya baru saja melakukan perjalanan ke Israel. Banyak hal berkesan
yang saya dapatkan dari negeri itu, dari soal Kota Tua yang kecil
namun penuh memori konflik dan darah, Tel Aviv yang cantik dan
eksotis, hingga keramahan orang-orang Israel. Saya kira, siapapun yang
menjalani pengalaman seperti saya akan mengubah pandangannya tentang
Israel dan orang-orangnya.

Ketika transit di Singapore, seorang diplomat Israel mengatakan kepada
saya bahwa orang-orang Israel senang informalities dan cenderung
rileks dalam bergaul. Saya tak terlalu percaya dengan promosinya itu,
karena yang muncul di benak saya adalah tank-tank Israel yang melindas
anak-anak Palestina (seperti kerap ditayangkan oleh CNN and Aljazira).
Tapi, sial, ucapan diplomat itu benar belaka. Dia bukan sedang
berpromosi. Puluhan orang yang saya jumpai dari sekitar 15 lembaga
yang berbeda menunjukkan bahwa orang-orang Israel memang senang dengan
informalities dan cenderung bersahabat.

Saya masih ingat dalam sebuah dinner, seorang rabbi mengeluarkan
joke-joke terbaiknya tentang kegilaan orang Yahudi. Dia mengaku
mengoleksi beberapa joke tapi kalah jauh dibandingkan Gus Dur yang
katanya "more jewish than me." Dalam jamuan lunch, seorang diplomat
Israel berperilaku serupa, membuka hidangan dengan cerita jenaka
tentang persaingan orang Yahudi dan orang Cina.

Tentu saja, informalities adalah satu bagian saja dari cerita tentang
Israel. Pada satu sisi, manusia di negeri ini tak jauh beda dengan
tetangganya yang Arab: hangat, humorous, dan bersahabat. Atau semua
budaya Mediteranian memang seperti itu? Tapi, pada sisi lain, dan ini
yang membedakannya dari orang-orang Arab: kecerdasan orang-orang
Israel di atas rata-rata manusia. Ini bukan sekadar mitos yang biasa
kita dengar. Setiap 2 orang Israel yang saya jumpai, ada 3 yang
cerdas. Mungkin ini yang menjelaskan kenapa bangsa Arab yang berlipat
jumlahnya itu tak pernah bisa menandingi Israel.

Kecerdasan itu seperti kecantikan. Ia memancar dengan sendirinya
ketika kita bergaul dengan seseorang. Tidak yang laki-laki, tidak yang
perempuan, semua orang Israel yang saya ajak bicara memancarkan kesan
itu. Patutlah bahwa sebagian peraih nobel dan ilmuwan sosial besar
adalah orang-orang Yahudi.

Yang membuat saya terkesima adalah bahwa orang-orang Israel, paling
tidak para pejabat, pemikir, budayawan, diplomat, penulis, dan
profesional, yang saya jumpai, semuanya lancar dan fasih berbahasa
Arab. Mereka senang sekali mengetahui bahwa saya bisa berbahasa Arab.
Berbahasa Arab semakin membuat kami merasa akrab. Belakangan baru saya
ketahui bahwa bahasa Arab adalah bahasa formal/resmi Israel. Orang
Israel boleh menggunakan dua bahasa, Ibrani dan Arab, di parlemen,
ruang pengadilan, dan tempat-tempat resmi lainnya.

Kebijakan resmi pemerintah Israel ini tentu saja sangat cerdas, bukan
sekadar mengakomodir 20 persen warga Arab yang bermukim di Israel.
Dengan menguasai bahasa Arab, orang-orang Israel telah memecah sebuah
barrier untuk menguasai orang-orang Arab. Sebaliknya, orang-orang Arab
tak mengerti apa yang sedang dibicarakan di Israel, karena bahasa
Ibrani adalah bahasa asing yang bukan hanya tak dipelajari, tapi juga
dibenci dan dimusuhi. Orang-orang Israel bisa bebas menikmati
televisi, radio, dan surat kabar dari Arab (semua informasi yang
disampaikan dalam bahasa Arab), sementara tidak demikian dengan bangsa
Arab.

Bahwa Israel adalah orang-orang yang serius dan keras, benar, jika
kita melihatnya di airport dan kantor imigrasi. Mereka memang harus
melakukan tugasnya dengan benar. Di tempat2 strategis seperti itu,
mereka memang harus serius dan tegas, kalau tidak bagaimana jadinya
negeri mereka, yang diincar dari delapan penjuru angin oleh
musuh-musuhnya.

Saya sangat bisa memahami ketegasan mereka di airport dan kantor2
imigrasi (termasuk kedubes dan urusan visa). Israel dibangun dari
sepotong tanah yang tandus. Setelah 60 tahun merdeka, negeri ini
menjadi sebuah surga di Timur Tengah. Lihatlah Tel Aviv,
jalan-jalannya seperti avenues di New York atau Sydney. Sepanjang
pantainya mengingatkan saya pada Seattle atau Queensland. Sistem
irigasi Israel adalah yang terbaik di dunia, karena mampu menyuplai
jumlah air yang terbatas ke ribuan hektar taman dan pepohonan di
sepanjang jalan.

Bangsa Israel akan membela setiap jengkal tanah mereka, bukan karena
ada memori holocaust yang membuat mereka terpacu untuk memiliki sebuah
negeri yang berdaulat, tapi karena mereka betul-betula bekerja keras
menyulap ciptaan Tuhan yang kasar menjadi indah dan nyaman didiami.
Mereka tak akan mudah menyerahkan begitu saja sesuatu yang mereka
bangun dengan keringat dan darah. Setiap melihat keindahan di Israel,
saya teringat sajak Iqbal:

Engkau ciptakan gulita
Aku ciptakan pelita
Engkau ciptakan tanah
Aku ciptakan gerabah

Dalam Taurat disebutkan, Jacob (Ya'kub) adalah satu-satunya Nabi yang
berani menantang Tuhan untuk bergulat. Karena bergulat dengan Tuhan
itulah, nama Israel (Isra-EL, orang yang bergulat dengan Tuhan)
disematkan kepada Jacob. Di Tel Aviv, saya menyaksikan bahwa Israel
menang telak bergulat dengan Tuhan.

Orang-orang Israel akan membela setiap jengkal tanah yang mereka sulap
dari bumi yang tandus menjadi sepotong surga. Bahwa mereka punya
alasan historis untuk melakukan itu, itu adalah hal lain.
Pembangunanbangsa, seperti kata Benedict Anderson, tak banyak terkait
dengan masa silam, ia lebih banyak terkait dengan kesadaran untuk
menyatukan sebuah komunitas. Bangsa Yahudi, lewat doktrin Zionisme,
telah melakukan itu dengan baik.

Melihat indahnya Tel Aviv, teman saya dari Singapore membisiki saya:
"orang-orang Arab itu mau enaknya saja. Mereka mau ambil itu
Palestina, setelah disulap jadi sorga oleh orang-orang Yahudi. Kenapa
tak mereka buat saja di negeri mereka sendiri surga seperti Tel Aviv
ini?" Problem besar orang-orang Arab, sejak 1948 adalah bahwa mereka
tak bisa menerima "two state solution," meski itu adalah satu-satunya
pilihan yang realistik sampai sekarang. Jika saja orang-orang
Palestina dulu mau menerima klausul itu, mungkin cerita Timur Tengah
akan lain, mungkin tak akan ada terorisme Islam seperti kita lihat
sekarang, mungkin tak akan ada 9/11, mungkin nasib umat Islam lebih
baik. Bagi orang-orang Arab, Palestina adalah satu, yang tak bisa
dipisah-pisah. Bagi orang-orang Israel, orang-orang Palestina tak tahu
diri dan angkuh dalam kelemahan.

Sekarang saya mau cerita sedikit tentang Kota Tua Jerussalem, tentang
al-Aqsa, dan pengalaman saya berada di sana. Percaya atau tidak, Kota
Tua tidak seperti yang saya bayangkan. Ia hanyalah sekerat ladang yang
berada persis di tengah lembah. Ukurannya tak lebih dari pasar Tanah
Abang lama atau Terminal Pulo Gadung sebelum direnovasi. Tentu saja,
sepanjang sejarahnya, ada perluasan-perluasan yang membentuknya
seperti sekarang ini. Tapi, jangan bayangkan ia seperti Istanbul di
Turki atau Muenster di Jerman yang mini namun memancarkan keindahan
dari kontur tanahnya. Kota Tua Jerussalem hanyalah sebongkah tanah
yang tak rata dan sama sekali buruk, dari sisi manapun ia dilihat.

Sebelum menuruni tangga ke sana, saya sempat melihat Kota Tua dari
atas bukit. Heran seribu heran, mengapa tempat kecil yang sama sekali
tak menarik itu begitu besar gravitasinya, menjadi ajang persaingan
dan pertikaian ribuan tahun. Saya berandai-andai, jika tak ada
Golgota, jika tak ada Kuil Sulayman, dan jika tak ada Qubbah Sakhra,
Kota Tua hanyalah sebuah tempat kecil yang tak menarik. Berada di atas
Kota Tua, saya terbayang Musa, Yesus, Umar, Solahuddin al-Ayyubi,
Richard the Lion Heart, the Templer, dan para penziarah Eropa yang
berbulan-bulan menyabung nyawa hanya untuk menyaksikan makam, kuburan,
dan salib-salib. Agama memang tidak masuk akal.

Oleh Guide kami, saya diberitahu bahwa Kota Tua adalah bagian dari
Jerussalem Timur yang dikuasai Kerajaan Yordan sebelum perang 1967.
Setelah 1967, Kota Tua menjadi bagian dari Israel. "Dulu," katanya,
"ada tembok tinggi yang membelah Jerussalem Timur dan Jerussalem
Barat. Persis seperti Tembok Berlin. Namun, setelah 1967, Jerussalem
menjadi satu kembali." Yang membuat saya tertegun bukan cerita itu,
tapi pemandangan kontras beda antara Jerussalem Timur dan Jerussalem
Barat dilihat dari ketinggian. Jerussalem Timur gersang dan kerontang,
Jerussalem Barat hijau dan asri. Jerussalem Timur dihuni oleh sebagian
besar Arab-Muslim, sedangkan Jerussalem Barat oleh orang-orang Yahudi.

Saya protes kepada Guide itu, "Mengapa itu bisa terjadi, mengapa
pemerintah Israel membiarkan diskriminasi itu?" Dengan senyum sambil
melontarkan sepatah dua patah bahasa Arab, ibu cantik itu menjelaskan:
"ya akhi ya habibi, kedua neighborhood itu adalah milik privat, tak
ada urusannya dengan pemerintah. Beda orang-orang Yahudi dan Arab
adalah, yang pertama suka sekali menanam banyak jenis pohon di taman
rumah mereka, sedang yang kedua tidak. Itulah yang bisa kita pandang
dari sini, mengapa Jerussalem Barat hijau dan Jerussalem Timur
gersang." Dough! Saya jadi ingat Bernard Lewis: "What went wrong?"

Ada banyak pertanyaan "what went wrong" setiap kali saya menyusuri
tempat-tempat di Kota Tua. Guess what? Kota Tua dibagi kepada empat
perkampungan (quarter): Muslim, Yahudi, Kristen, dan Armenia.
Pembagian ini sudah ada sejak zaman Salahuddin al-Ayyubi. Menelusuri
perkampungan Yahudi sangat asri, penuh dengan kafe dan tempat-tempat
nongkrong yang cozy. Begitu juga kurang lebih dengan perkampungan
Kristen dan Armenia. Tibalah saya masuk ke perkampungan Muslim.
Lorong-lorong di sepanjang quarter itu tampak gelap, tak ada lampu,
dan jemuran berhamburan di mana-mana. Bau tak sedap terasa menusuk.

Jika pertokoan di quarter Kristen tertata rapi, di quarter Muslim,
tampak tak terurus. Ketika saya belanja di sana, saya hampir tertipu
soal pengembalian uang. Saya sadar, quarter Muslim bukan hanya kotor,
tapi pedagangnya juga punya hasrat menipu.

Namun, di antara pengalaman tak mengenakkan selama berada di
perkampungan Islam adalah pengalaman masuk ke pekarangan al-Aqsa
(mereka menyebutnya Haram al-Syarif). Ini adalah kebodohan umat Islam
yang tak tertanggulangi, yang berasal dari sebuah teologi abad
kegelapan. You know what? Saya dengan bebasnya bisa masuk ke sinagog,
merayu tuhan di tembok ratapan, dan keluar-masuk gereja, tanpa
pertanyaan dan tak ada penjagaan sama sekali.

Tapi begitu masuk wilayah Haram al-Syarif, dua penjaga berseragam
tentara Yordania dengan senjata otomatis, diapit seorang syeikh
berbaju Arab, menghadang, dan mengetes setiap penziarah yang akan
masuk. Pertanyaan pertama yang mereka ajukan: "enta Muslim (apakah
kamu Muslim)?" Jika Anda jawab ya, ada pertanyaan kedua: "iqra
al-fatihah (tolong baca al-fatihah). " Kalau hafal Anda lulus, dan
bisa masuk, kalau tidak jangan harap bisa masuk.

Saya ingin meledak menghadapi mereka. Saya langsung nyerocos saja
dengan bahasa Arab, yang membuat mereka tersenyum, "kaffi, kaffi,
ba'rif enta muslim (cukup, cukup, saya tahu Anda Muslim)." Saya ingin
meledak menyaksikan ini karena untuk kesekian kalinya kaum Muslim
mempertontonkan kedunguan mereka. Kota Tua adalah wilayah turisme dan
bukan sekadar soal agama. Para petinggi Yahudi dan Kristen rupanya
menyadari itu, dan karenanya mereka tak keberatan jika semua
pengunjung, tanpa kecuali, boleh mendatangi rumah-rumah suci mereka.

Tapi para petinggi Islam rupanya tetap saja bebal dan senang dengan
rasa superioritas mereka (yang sebetulnya juga tak ada gunanya).
Akibat screening yang begitu keras, hanya sedikit orang yang berminat
masuk Haram al-Syarif. Ketika saya shalat Maghrib di Aqsa, hanya ada
dua saf, itupun tak penuh. Menyedihkan sekali, padahal ukuran Aqsa
dengan seluruh latarnya termasuk Qubbat al-Shakhra sama besarnya
dengan masjid Nabawi di Madinah. Rumah tuhan ini begitu sepi dari
pengunjung.

Tentu saja, alasan penjaga Aqsa itu adalah karena orang-orang
non-Muslim haram masuk wilayah mesjid. Bahkan orang yang mengaku
Muslim tapi tak pandai membaca al-Fatihah tak layak dianggap Muslim.
Para penjaga itu menganggap non-Muslim adalah najis yang tak boleh
mendekati rumah Allah.

Saya tak bisa lagi berpikir. Sore itu, ingin saya kembali ke tembok
ratapan, protes kepada Tuhan, mengapa anak bontotnya begitu dimanja
dengan kebodohan yang tak masuk akal.

| 0 comments ]

Semoga bermamfaat

Bismillahirrahmaani rrahiim.

Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Fariz Mehdawi, dalam wawancara dengan
TVOne mengatakan, bahwa serangan Israel ke Jalur Gaza sejak 27 Desember
lalu, adalah serangan ilegal yang telah terjadi selama puluhan tahun. Dalam
ulasan berita di MetroTV disebutkan, serangan Israel kali ini merupakan
kejadian paling buruk sejak 60 tahun terakhir (sejak Israel berdiri tahun
1948). Para mahasiswa Arab mempertanyakan posisi Liga Arab yang tidak bisa
berbuat apa-apa. Dunia internasional, termasuk negara-negara Eropa mengutuk
keras serangan Israel ke Gaza , tetapi pihak yang dikutuk terus melancarkan
serangan. Bahkan Israel telah menyiapkan tank-tank dan pasukan cadangan
sekitar 6500 orang. Targetnya jelas, seperti kata Ehud Barak, yaitu
menggulingkan Hamas.

Masalah konflik Palestina-Israel bukanlah konflik satu bangsa dengan
bangsa
lain. Ia adalah konflik peradaban yang
usianya sangat tua. Disana terbentang
benang merah panjang, sejak konflik antara Nabi Muhammad shallallah 'alaihi
wa sallam dengan kaum Yahudi di Madinah, konflik antara Yahudi dan Romawi,
konflik antara Yahudi dengan negara-negara Eropa, konflik antara Musa dengan
Fir'aun, bahkan konflik antara Yusuf 'alaihissalam dengan
saudara-saudaranya. Ujung-ujungnya adalah konflik abadi antara Allah Ta'ala
dengan iblis laknatullah 'alaih.

Kalau memahami konflik ini hanya secara lokal dan temporer, yakinlah Anda
akan tersesat dalam frustasi. Kondisi Ummat Islam di jaman modern yang penuh
kesulitan dan derita, merupakan bagian dari konflik ini. Yahudi sendiri
adalah bangsa "terkuat di dunia", dalam arti: merekalah satu-satunya ras
manusia yang berani konfrontatif melawan kehendak Allah Ta'ala.

Sejarah Kebangkitan Yahudi

Ketika melihat konflik
Palestina-Israel, kita perlu merunut kembali
catatan-catatan perjalanan sejarah di
masa lalu. Disana kita akan menemukan
bahan-bahan untuk memahami peta konflik ini secara utuh. Jika tidak
demikian, maka kita hanya akan "konsumen terbaik" berita-berita media massa
seputar konflik ini. Bayangkan semua ini sudah dimulai sejak era Perang
Arab, pembakaran Masjid Aqsha, tragedi Sabra Satila, Intifadhah akhir 80-an,
tragedi Al Khalil Hebron, penembakan Muhammad Ad Durrah, pembunuhan Syaikh
Ahmad Yasin dan Abdul Aziz Rantisi, dll.. sampai serangan Israel saat ini.
Dan rata-rata model peristiwanya serupa, hanya berbeda waktu dan para
pelakunya saja.

Mari kita runut latar-belakang historis fitnah Yahudi di dunia, dengan
memohon petunjuk dan pertolongan Allah Ta'ala:

[1] Bani Israil pada dasarnya masih keturunan Ibrahim 'alaihissalam. Ibrahim
memiliki dua anak, Ismail dan Ishaq 'alaihissalam. Ismail nanti
menurunkan
keturunan bangsa Arab Adnani, lalu Ishaq mempunyai anak Ya'qub
'alaihissalam. Nah, Ya'qub inilah
yang kemudian disebut Israil, sehingga
anak-anak Ya'qub di kemudian hari disebut Bani Israil.

[2] Saat berbicara tentang Bani Israil, perhatian kita segera tertuju kepada
anak-anak Ya'qub. Mereka adalah Yusuf 'alaihissalam, Benyamin, dan 11
saudara Yusuf. Semuanya berjumlah 13 orang; sama jumlahnya dengan matahari,
bulan, dan 11 bintang yang terlihat dalam mimpi Yusuf sedang bersujud
kepadanya. Karena itu angka 13 merupakan "angka keramat" bagi Yahudi sampai
saat ini. Banyak logo-logo perusahaan top dunia dibuat dari karakter 13 ini.


[3] Secara umum, Bani Israil itu mewarisi dua sifat besar, yaitu: sifat
keshalihan dan sifat durjana. Sifat keshalihan diturunkan dari garis Yusuf
'alaihissalam. Sedangkan sifat durhaka diturunkan dari sifat saudara-saudara
Yusuf (seayah berbeda ibu). Disana
sudah tampak bakat-bakat kelicikan,
dengki, kebohongan, dan sebagainya. Tetapi itu sebatas potensi, bukan
kemutlakan takdir. Apalagi,
di akhir hayat Ya'qub, seluruh anak-anaknya
tunduk dalam agama tauhid. (Al Baqarah: 133). Saat berbicara tentang Bani
Israil, sebagian orang sangat shalih dan sebagian sangat durhaka. Namun
setelah kedatangan Islam, Bani Israil tidak diperkenankan lagi mengikuti
agama selain Islam. Jika mereka tidak masuk Islam, dianggap durhaka
seluruhnya, tidak ada toleransi sedikit pun. (Ali Imran: 85).

[4] Perjalanan sejarah Bani Israil dimulai ketika Yusuf 'alaihissalam
bersentuhan dengan peradaban Mesir. Waktu itu atas jasa Yusuf membantu
bangsa Mesir, mereka diberi lahan luas oleh penguasa Mesir di wilayah
Kan'an. Disana Ya'qub dan anak-keturunannya mulai membangun kehidupan.
Mereka memilih tinggal di Kan'an sebab dekat dengan Mesir yang makmur,
sedang di tempat asalnya sering
dilanda paceklik. Waktu itu anak keturunan
Ya'qub sangat dihormati penguasa Mesir. Entah bagaimana mulanya, hubungan
bangsa Mesir dengan anak-keturunan Ya'qub
lama-lama menjadi buruk. Alih-alih
Mesir akan menghargai jasa-jasa Yusuf di masa lalu, mereka malah menjadikan
Bani Israil sebagai budak-budak. Setelah ditinggal oleh Ya'qub dan Yusuf,
nasib Bani Israil menjadi bulan-bulanan bangsa Mesir. Hal itu bisa terjadi
karena sifat buruk Bani Israil sendiri atau sifat menindas bangsa Mesir.
Tetapi kalau mencermati sikap penguasa Mesir yang bersikap sportif kepada
Yusuf, kemungkinan hal itu karena sifat Bani Israil sendiri.

[5] Era perbudakan Bani Israil di Mesir sangat mengkhawatirkan. Bukan saja
karena perbudakan itu kejam, tetapi ia bisa menghancurkan karakter sebuah
bangsa (Bani Israil). Bayangkan, selama ratusan tahun mereka tertindas oleh
sistem tirani di Mesir. Bani Israil diberi anugerah berupa
bakat-bakat
kecerdasan besar, dan manakala bakat itu dibesarkan di bawah sistem
perbudakan, ia bisa melahirkan penyimpangan mental dan pemikiran luar biasa.
Oleh karena itu Allah Ta'ala
mendatangkan Musa dan Harun 'alaihimassalam
untuk menyelamatkan Bani Israil. Misi dakwah Musa bukan untuk mengislamkan
Fir'aun dan rakyatnya, tetapi untuk menyelamatkan Bani Israil dari
penindasan Fir'aun. Dalam Al Qur'an: Dan Musa berkata: "Hai Fir'aun,
sesungguhnya aku ini adalah seorang utusan dari Tuhan semesta alam, wajib
atasku tidak mengatakan sesuatu terhadap Allah, kecuali yang hak.
Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata dari
Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil (pergi) bersama aku." (Al A'raaf:
104-105). Musa tidak pernah diperintahkan untuk memerangi Fir'aun, tetapi
membawa Bani Israil tinggal di Palestina (waktu itu namanya bukan
Palestina). [Perlu dicatat juga, Fir'aun (Pharaoh) adalah
gelar raja-raja
Mesir, bukan nama seseorang. Sedangkan Fir'aun yang tenggelam di Laut Merah
bukanlah Fir'aun yang memangku Musa di waktu kecil, lalu direnggut
janggutnya oleh Musa. Fir'aun dalam Al Qur'an lebih
mencerminkan tabiat
kekuasaan tiranik, bukan sekedar pribadi].

[6] Musa berhasil membawa Bani Israil keluar dari Mesir, Fir'aun dan bala
tentaranya tenggelam di Laut Merah. Lalu mereka menetap di Ardhul Muqaddas
(Palestina) setelah berhasil mengalahkan kaum Jabbarin di dalamnya. (Al
Maa'idah: 20-26). Ini adalah peradaban mandiri Bani Israil kedua setelah era
Ya'qub dan Yusuf di wilayah Kan'aan. Musa dan Harun mendampingi Bani Israil
sampai saat mereka wafat. Ketika Musa masih hidup, Bani Israil tidak
henti-hentinya menguji kesabaran Musa 'alaihissalam. Betapa banyak
kasus-kasus kedurjanaan Bani Israil, sekalipun di hadapan Nabinya sendiri,
Musa dan Harun. Di antaranya: Mereka menyuruh Musa dan
Allah berperang di
Palestina, sedang mereka mau duduk-duduk saja; mereka meminta Musa agar
membuatkan berhala untuk disembah seperti suatu kaum tertentu; mereka
mengikuti Samiri, menyembah patung anak lembu dari emas; mereka
hendak
membunuh Harun 'alaihissalam karena selalu menasehati mereka; mereka hampir
tidak melaksanakan perintah Allah untuk menyembelih sapi betina, karena
terlalu banyak bertanya; mereka bosan makan Manna wa Salwa dan meminta
bawang, menitumun, kacang adas; dan lain-lain. Begitu sabarnya Musa,
sehingga Nabi shallallah 'alaihi wa sallam pernah bersabda, "Semoga Allah
merahmati Musa, karena dia telah diganggu lebih banyak dari ini (ujian yang
menimpa Nabi), tetapi dia tetap sabar." (HR. Bukhari-Muslim) . Sangat
mengagumkan kalau melihat ketabahan perjuangan Musa 'alaihissalam. Di
dalamnya terdapat sangat banyak inspirasi untuk menghadapi konspirasi global
seperti saat ini. Orang-orang
Yahudi di jaman sekarang mengklaim mencintai
Musa, padahal di era nenek-moyang mereka, Musa benar-benar mereka
sia-siakan. Musa itu lebih dekat kepada kita (kaum Muslimin), daripada
Yahudi laknatullah itu.

[7] Saya menyangka, sifat-sifat durjana
kaum Yahudi merupakan kristalisasi
dari sifat-sifat buruk mereka selama ribuan tahun, sejak perilaku
saudara-saudara Yusuf 'alaihissalam, masa perbudakan di Mesir, kedurhakaan
mereka kepada Musa, Dawud, Sulaiman, Zakariya, Yahya, Isa, dan Nabi-nabi
lainnya 'alaihimussalam. Bahkan kedurhakaan mereka di hadapan Nabi
shallallah 'alaihi wa sallam di Madinah. Dalam Al Qur'an disebutkan sebuah
ayat yang terasa bagai petir menimpa muka kaum Yahudi: "Lalu ditimpahkanlah
kepada mereka (kaum durjana Bani Israil) nista dan kehinaan, serta mereka
mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu
mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi secara
tidak hak.
Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui
batas." (Al Baqarah: 61).

[8] Peradaban terakhir Bani Israil yang wujud di muka bumi adalah Kerajaan
Nabi Sulaiman 'alaihissalam di Palestina. Beliau adalah putra Nabi
Dawud
'alaihissalam dari salah satu isterinya. Nabi Dawud adalah seorang pejuang
yang berhasil membunuh Jalut (Goliath) di Palestina. (Oleh karena itu bangsa
Barat mengenal kisah "David and Goliath"). Beliau ikut dalam pasukan Bani
Israil di bawah pimpinan Thalut (Saul). Hal ini terjadi di masa Nabi Samuel
'alaihissalam. Al Qur'an menjelaskannya dalam Surat Al Baqarah ayat 246-251.


[9] Kerajaan Sulaiman memiliki keistimewaan, yaitu kekayaan materinya yang
sangat besar. Ia terkenal menjadi buruan manusia di dunia, sebagai harta
terpendam "King Solomon". Sampai saat ini kekayaan itu masih menjadi
misteri, apakah sudah terkuak atau masih tersembunyi
di balik permukaan
bumi? Setelah masa Kenabian Sulaiman berlalu, kerajaan Bani Israil semakin
merosot. Sampai akhirnya mereka dihancurkan oleh Nebuchadnezzar dari
Kerajaan Byzantium (Romawi). Peristiwa itu disebutkan dalam Surat Al Israa'
ayat 4-5.

[10] Setelah Bani Israil
tercerai-berai di Palestina, mereka menyebar ke
berbagai belahan dunia. Mereka pergi ke Eropa, ke Jazirah Arab, ke anak
benua India , dan sebagainya. Itulah yang kemudian dikenal dengan istilah
DIASPORA. Bani Israil tercerai-berai. Agar mendapat keamanan di Eropa,
mereka menjilat kepada para penguasa Romawi. Termasuk menghasut Romawi agar
memusuhi Isa 'alaihissalam dan para pengikutnya. Kisah Ashabul Kahfi adalah
sebagian pecahan dari para pengikut Isa Al Masih 'alaihissalam.

[11] Perilaku Yahudi di Jazirah Arab sangat menarik. Mereka datang ke
Madinah bukan hanya karena ingin menyelamatkan diri dari kekejaman Romawi.
Tetapi
mereka juga berniat menjemput Kenabian terakhir yang akan datang
setelah Musa dan Isa 'alaihimassalam. Mereka ingin "memaksakan" agar
Kenabian itu jatuh ke pangkuan mereka. Kenabian ini mereka butuhkan agar
mampu membangun kejayaan Bani Israil kembali seperti di jaman Musa dan
Sulaiman. Namun setelah mereka
menyadari bahwa Kenabian tidak lagi di pihak
mereka, tetapi jatuh ke tangan bangsa Arab, mereka marah sekali. Dalam Al
Qur'an disebutkan: "Dan ketika datang kepada mereka (Yahudi) sebuah Kitab
dari sisi Allah (Al Qur'an) yang membenarkan keberadaan apa yang ada di sisi
mereka (Taurat), padahal sebelumnya mereka selalu memohon (kedatangan Nabi)
agar dimenangkan atas orang-orang kafir. Maka ketika telah datang (Kenabian
dan Wahyu) yang sangat mereka kenal, mereka mengkafirinya. . Maka laknat
Allah atas orang-orang kafir itu (Yahudi)." (Al Baqarah: 89).

[12] Yahudi Bani Israil sangat marah ketika tahu bahwa
Kenabian jatuh ke
tangan bangsa Arab, anak keturunan Ismail 'alaihissalam. Itu pun turun di
Makkah, bukan Madinah tempat mereka tinggal disana. Yahudi telah
habis-habisan dalam menanti kedatangan Nabi penerus Musa 'alaihissalam ini.
Ratusan tahun mereka tinggal di Madinah, melebur bersama budaya Arab,
berbahasa Arab, dan memberi
nama anak-anaknya dengan istilah Arab, bukan
istilah Hebrew (Ibrani). Bahkan mereka ikut terlibat dalam konflik antara
kabilah besar Aus dan Khazraj di Madinah. Sebagian Yahudi membela Aus,
sebagian mendukung Khazraj.

[13] Kemarahan Yahudi akhirnya tertuju kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Yahudi marah ketika Kenabian justru jatuh ke tangan bangsa Arab. (Al
Baqarah: 90). Apalagi dalam Al Qur'an dijelaskan sangat banyak
kebusukan-kebusukan Yahudi. Yahudi merasa dibenci oleh Allah. Bahkan
tanda-tanda kekecewaan itu sudah muncul ketika Isa 'alaihissalam diturunkan.
Anda tahu
bagaimana misi Kenabian Isa? Salah satunya adalah: "Tidaklah aku
diutus, melainkan kepada domba-domba sesat dari kalangan Bani Israil."
Meskipun Isa adalah bagian dari Bani Israil, tetapi kedatangannya membuat
muram wajah kaum Yahudi. Isa ternyata membawa Kitab Suci baru, yaitu Injil
(bukan mengikuti Taurat atau Tabut dari jaman Nabi-nabi sebelumnya).
Isa
juga tidak henti-hentinya mengecam kejahatan perilaku Bani Israil. Isa
dianggap lebih dekat kepada murid-muridnya daripada ke kaum Bani Israil
sebagai sebuah etnik. Kemarahan itu semakin menjadi-jadi setelah Kenabian
terakhir jatuh ke tangan bangsa Arab. (Al Baqarah: 90).

[14] Kemudian terbukti bahwa ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad
shallallah 'alaihi wa sallam tidak hanya menyalahkan perilaku jahat kaum
Yahudi. Tetapi ia juga menyebabkan kaum Yahudi tercabut akar-akarnya dari
Jazirah Arab. Sejak Islam datang, kabilah-kabilah Yahudi tersingkir,
seperti
kabilah Nadhir, Qainuqa, Quraidhah, hingga benteng terakhir mereka di
Khaibar.

[15] Setelah mengalami kekalahan berat di masa Nabi shallallah 'alaihi wa
sallam dan Khalifah-khalifah setelahnya, kaum Yahudi menyingkir dari Jazirah
Arab. Mereka bergabung dengan Yahudi-yahudi lain di Eropa. Dalam masa
ratusan tahun Yahudi menyebar di berbagai negara Eropa,
seperti Spanyol,
Inggris, Perancis, Jerman, Belanda, Belgia, dan sebagainya.

[16] Kaum Yahudi dalam mengembangkan komunitas, caranya sangat unik. Mereka
tidak berbaur dengan masyarakat setempat, bahkan mengharamkan asimilasi.
Mereka memelihara warisan-warisan agamanya, terutama membangun kesombongan
etnik sampai melampaui batas. Mereka menjalankan bisnis berbasis ribawi dan
mereka melakukan ritual-ritual pengorbanan. Dalam ritual pengorbanan, mereka
membunuh warga setempat untuk dikuras darahnya, lalu dipakai untuk
persembahan. Begitu
kejamnya, sampai mereka membuat alat semacam drum yang
di dalamnya penuh dengan paku-paku. Di bagian bawah ada saluran untuk
mengalirkan darah. Orang yang dikorbankan, dimasukkan drum itu, sampai
tubuhnya penuh luka tertusuk paku, lalu darah mengucur ke bawah. Ritual
semacam ini kemudian terbongkar, sehingga Yahudi diusir dari negara-negara
tertentu di Eropa, salah satunya dari Spanyol. Spanyol
melarang Yahudi
tinggal di negerinya sampai saat ini, karena kekejaman mereka dalam soal
ritual keji itu.

[17] Setelah terusir dari Eropa, Yahudi kesekian kalinya menyebar ke
negara-negara lain yang masih mau menampung mereka. Kebetulan waktu itu
rakyat Eropa sedang mulai eksodus menuju benua Amerika yang baru ditemukan
oleh Columbus . Yahudi ikut di dalamnya. Sampai Amerika merdeka dari tangan
Inggris, Yahudi telah eksis di dalamnya. Hingga ketika itu Benyamin Franklin
mengingatkan bangsa Amerika tentang bahaya
kaum Yahudi. Dia menyebut Yahudi
seperti bangsa "vampire" yang tidak bisa damai dengan bangsa lain. Tepat
sekali ucapan Benyamin Franklin, sebab dia telah membaca sepak terjang
Yahudi di Eropa. Namun sayang, bangsa Amerika tidak memahami arti peringatan
Benyamin Franklin tersebut, sehingga apa yang dia takutkan sekitar 400 tahun
silam, benar-benar terjadi. Krisis finansial di Amerika saat ini adalah
akibat nyata dari
sistem ekonomi ribawi Yahudi.

[18] Satu titik sejarah yang jarang diperhatikan oleh para ahli sejarah,
yaitu kedatangan Yahudi ke wilayah Turki Utsmani. Kejadian ini terpisah
jarak sekitar 700 atau 800 tahun sejak era Nabi shallallah 'alaihi wa
sallam. Tentu setelah masa selama itu, peristiwa kejahatan Yahudi di Madinah
telah dilupakan. Yahudi diterima dengan tangan hangat di tengah-tengah
masyarakat Turki Utsmani. Hal ini juga merupakan aplikasi dari ajaran Islam
yang memperbolehkan di
dalamnya orang Yahudi dan Nashrani tinggal, selama
mereka membayar jizyah. Yahudi tidak dianiaya di negeri ini, mereka diberi
pelayanan dan penghormatan, layaknya warga negara Islam. Tentu saja, Yahudi
berusaha "bersikap sopan". Di seluruh dunia tidak ada yang memperlakukan
mereka dengan manusiawi, selain Peradaban Islam. Disini Yahudi tidak mungkin
akan melakukan ritual pengorbanan yang mengerikan itu. Lagi pula, Yahudi
waktu itu tinggal di
bawah negeri Islam. Mereka tidak takut akan dikutuk
oleh Allah, sebab negeri Islam menjadi pelindung mereka. Di Turki Utsmani,
Yahudi tidak melakukan kebiasaan-kebiasaan bejat mereka. Yahudi berlaku
baik. Tanpa diduga, ternyata disinilah Yahudi mempersiapkan segala
konsep-konsep kejahatan global mereka. Kemurahan Khilafah Islam justru
dimanfaatkan Yahudi untuk mempersiapkan imperium kejahatan di seluruh dunia,
seperti kita saksikan saat ini.

[19] Selain mengkhianati
Khilafah Islam, Yahudi juga mempersiapkan beberapa
jurus maut untuk meruntuhkan peradaban Islam, yaitu:

(a) Yahudi menyebarkan guru sebanyak-banyaknya di tengah masyarakat Turki
Utsmani. Guru-guru itu tidak menyebarkan prinsip-prinspi kekafiran secara
langsung, tetapi menyebarkan filsafat humanisme August Comte. Dengan
falsafah itu diharapkan anak-anak Turki akan kehilangan sifat furqan akidah
Islam, lalu diganti sifat-sifat kemanusiaan saja. Tujuan dari
gerakan ini
adalah memisahkan generasi muda Turki dari sifat-sifat Islami. Karena itu
pula, suatu saat generasi muda Turki hilang rasa hormatnya kepada Sultan
Khilafah Islam, dan mereka mau mendukung gerakan Kemal At Taturk sang
terkutuk.

(b) Yahudi mendorong bangkitnya ideologi Nasionalisme Arab dan Dunia Islam.
Dengan ideologi itu tidak ada lagi kesatuan Khilafah Islamiyyah. Kaum
Muslimin terpecah-belah dalam berbagai bangsa yang egois sesuai
etnik dan
wilayahnya. Jika Khilafah Islamiyyah tetap berdiri, mustahil "Kerajaan
Yahudi" dalam wujud Israel di Palestina akan bangkit. Kalau Anda saksikan
bangsa Arab terpecah-belah menjadi negara-negara kecil, masing-masing saling
konflik. Hal itu adalah kondisi yang diinginkan oleh Yahudi. Di jaman itu
Jalaluddin Al Afghani sangat aktif berdiplomasi untuk memerdekakan
negara-negara Arab dari tangan penjajah. Tetapi di kemudian hari terbuka
hasil-hasil penelitian bahwa Al Afghani
adalah anggota setia Freemasonry.
(Salah satunya buku terbitan WAMI tentang gerakan-gerakan pemikiran
keagamaan di dunia). Peranan Al Afghani seperti memperkuat sifat
Nasionalisme Arab, agar tidak bangkit lagi Khilafah Islamiyyah.

(c) Sebagai ganti konsep Khilafah Islamiyyah, Yahudi menyebarkan paham
demokrasi seluas-luasnya di seluruh dunia, termasuk di negeri-negeri Islam.
Paham ini semakin mempersulit posisi Ummat Islam.
Peluang-peluang
kebangkitan semakin tipis, sebab demokrasi mengikuti suara terbanyak,
sedangkan sebagian besar manusia cenderung mengikuti hawa nafsunya.

(d) Yahudi menggerakkan seluruh mesin-mesin politiknya, termasuk
agen-agennya di Amerika, Eropa, dan Timur Tengah untuk membidani lahirnya
negara Israel pada tahun 1948. Secara politik, Inggris berada di balik
pendirian Israel melalui Deklarasi Balfour. Tetapi secara potensial, Amerika
mendukung penuh Israel . Dalam diplomasi internasional, isu
Holocaust
dipakai agar Yahudi dikasihani dunia internasional. Melalui hak veto yang
dimiliki Amerika dan Inggris di PBB, Yahudi bisa lenggang kangkung mengejar
ambisi-ambisinya.

(e) Yahudi menyempurnakan usahanya, dengan menguasai media massa , membuat
satuan intelijen yang handal (Mossad), menguasai pasar keuangan dunia,
memiliki lembaga pusat ribawi IMF dan World Bank. Mereka juga menguasai
Hollywood ,
dunia akademis, dunia riset, fashion, dan sebagainya. Termasuk
dengan merilis agama baru di kalangan Ummat Islam, yang kita kenal sebagai
SEPILIS (Sekularisme, Pluralisme, Liberalisme) . Inilah kenyataan yang
kemudian disebut sebagai: "Yahudi menggenggam dunia!" Bahkan negara sekuat
Amerika pun bertekuk lutut di bawah dominasi Yahudi. Termasuk Barack Obama
yang sebentar lagi dilantik menjadi Presiden Amerika.

[20] Berdirinya Israel tahun 1948 adalah impian besar Yahudi sejak jaman
Musa, Dawud, Sulaiman, bahkan jaman Nabi
Muhammad shallallah 'alaihi wa
sallam. Yahudi sangat membutuhkan "Kerajaan Bani Israil" untuk mengalahkan
orang-orang kafir. Mereka sebenarnya beriman kepada Allah, dalam arti mereka
percaya bahwa datangnya seorang Nabi akan membuat mereka mulia, dan
musuh-musuhnya dari kalangan orang kafir terkalahkan. Tetapi setelah jelas
di mata mereka bahwa Kenabian terkahir itu bukan untuk Bani Israil,
maka
mereka tidak lagi menanti kedatangan seorang Nabi. Lalu apa yang mereka
lakukan? Mereka hendak mendirikan "Kerajaan Bani Israil" dengan kekuatan
tangan, otak, dan uang mereka sendiri. Dan hal itu berhasil, tahun 1948
lalu. Lebih buruk lagi, mereka menganggap kaum Muslimin sebagai orang kafir.
Padahal yang mengingkari Kenabian Rasulullah adalah mereka, sehingga disebut
kafir dalam Surat Al Baqarah ayat 89.

[21] Sebelum Yahudi memutuskan mendirikan negara di Palestina, waktu itu ada
tiga pilihan tempat: Palestina, Agentina, atau Ethiopia
. Mengapa dipilih
tiga negara ini? Jelas mereka telah melakukan perhitungan yang sangat
cermat. Namun pilihan akhirnya jatuh ke Palestina, yang dekat dengan
sumber-sumber peradaban Yahudi sendiri di Yerusalem dan sekitarnya. Namun
resikonya, disini akan menghadapi banyak tantangan dari negara-negara
tetangganya yang mayoritas Muslim. Untuk itu jelas Yahudi
harus
mempersiapkan segala macam kekuatan, termasuk mendidik agen-agen loyalisnya
di negara-negara Arab.

[22] Sebuah pertanyaan menarik, mengapa selama puluhan tahun terjadi konflik
berdarah di Palestina dan tidak selesai-selesai? Jawabnya, selain karena
memang "Kerajaan Bani Israil" merupakan cita-cita peradaban Yahudi sejak
ribuan tahun lalu; juga karena banyaknya tangan-tangan non Yahudi yang
membantu negara tersebut. PBB, Amerika, Inggris, Rusia, IMF, World Bank,
dll. jelas mengabdi kepentingan Yahudi. Tetapi harus juga disadari banyak
agen-agen Yahudi yang tersebar di
negara-negara Arab. Mereka setiap hari,
siang dan malam menyembah kepentingan Yahudi. Mereka adalah orang-orang
kafir, meskipun KTP-nya Islam. Di Mesir, Yordan , Syria , Turki, dll. banyak
orang yang identitasnya Muslim, tetapi hatinya telah menjadi Yahudi. Bahkan
di negara-negara kaya seperti UEA, Qatar , Bahrain , dll. banyak
dijumpai
kemegahan jahiliyyah, yang sebenarnya merupakan hasil konspirasi Yahudi
untuk menjauhkan Arab dari Islam. Kota seperti Dubai , Abu Dhabi , dan
lainnya tidak kalah liberalnya dari kota-kota di Barat.

[23] Dapat disimpulkan, kaum Yahudi itu bukan para pemeluk agama Samawi
(ajaran Ya'qub, Yusuf, Musa, Harun, Dawud, Sulaiman, Zakariya, Yahya, Isa
'alaihimussalam) . Mereka adalah orang-orang yang sangat arogan dengan
etnisnya. Hakikat agama Yahudi adalah: pemujaan terhadap etnis mereka
sendiri! Tidak ada satu pun ras manusia yang sangat ekstrim dalam soal
etnis, selain Yahudi. Begitu ekstrimnya sampai
mereka berani menghina Allah,
marah ketika Isa membawa ajaran Injil, marah ketika Kenabian terakhir jatuh
ke tangan bangsa Arab. Mereka menulis "kitab suci" tandingan bagi Taurat
(Talmud), menyebut bangsa non Yahudi sebagai Ghaiyim, merusak kehidupan di
muka bumi. Mereka merasa mulia sebagai pewaris
"darah biru" Nabi-nabi,
merasa diunggulkan atas semua ras manusia, pernah disumpah langsung oleh
Allah dengan diangkat bukit Tursina di atasnya, dan lain-lain. Yahudi
benar-benar mewarisi ideologi arogansi dari makhluk yang pernah mendebat
Allah Ta'ala: "Ana khairun minhu, khalaqtani min naarin wa khalaqtahu min
thiin" (aku lebih baik dari dia, Engkau ciptakan aku dari api, sedang dia
Engkau ciptakan dari tanah). Pemerintah Yahudi, baik di Israel maupun di
dunia internasional, adalah perwujudan dari imperium arogansi. Wajar jika
simbol-simbol yang selalu mereka angkat selalu bernuansa satanic. Contoh,
logo yang dipakai Manchester United
(MU) saat ini the red devil. Dan ada
ribuan logo atau lambang yang intinya memuja arogansi iblis laknatullah.

Yahudi Merusak Peradaban

Andai ambisi Yahudi satu-satunya adalah ingin membentuk "Kerajaan Bani
Israil" seperti di masa Musa, Dawud, Sulaiman, apa susahnya
membangun negara
seperti itu? Toh, mereka memiliki uang banyak, strategi canggih, serta SDM
handal. Tidak sulit bagi Yahudi membangun negara di sebuah sudut dunia.
Selama ini banyak negara-negara berdiri dengan modal lebih buruk dari Israel
. Negara seperti Bosnia , Chechnya , Kamboja , Myanmar , Timor Leste, dan
lainnya tidak memiliki persiapan semegah milik Yahudi. Lagi pula, mengapa
Israel harus mendirikan negara di Tanah Al Quds yang merupakan wilayah milik
Ummat Islam? Bahkan ia didirikan di jantung peradaban Islam, di Timur
Tengah.

Andai Yahudi sudah tidak menemukan solusi lain, selain harus menegakkan
"Kerajaan Bani Israil" di Palestina, mengapa
mereka harus juga menghancurkan
peradaban manusia di dunia? Mengapa Yahudi tidak cukup menempuh cara-cara
politik atau militer, tanpa harus menghancurkan peradaban manusia? Kenyataan
yang sangat menyakitkan, berdirinya Israel ditempuh bukan hanya
dengan
menteror warga Muslim Palestina, tetapi juga dengan menyebarkan kehancuran
peradaban di seluruh muka bumi. Lihatlah di dunia selama ini, adakah yang
selamat dari film Hollywood, media massa Yahudi, bank ribawi, IMF dan World
Bank, pornografi, seks bebas, prostitusi, narkoba, perjudian, dan lainnya?
Hingga ke anak-anak balita pun, banyak "diracuni" oleh kartun-kartun Walt
Disney.

Ternyata, di luar persangkaan kita semua, Yahudi justru sangat mempercayai
khabar Al Qur'an. Sebenarnya, mereka mengimani ayat-ayat Al Qur'an, tetapi
anehnya mereka bersikap konfrontatif terhadap Al Qur'an. Yahudi sangat
mengerti ayat-ayat dalam Surat Al Israa' berikut ini:

Dan telah Kami
tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu: "Sesungguhnya
kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan
menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar."

Maka apabila datang saat hukuman bagi
(kejahatan) pertama dari kedua
(kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai
kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung, dan itulah
ketetapan yang pasti terlaksana.

Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan
Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu
kelompok yang lebih besar.

Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan
jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri. Dan
apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan
orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam
Masjid itu (Al
Aqsha), sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali
pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.
( Surat Al Israa': 4-7).

Kehancuran pertama Yahudi terjadi saat
sisa-sisa Kerajaan Sulaiman
dihancurkan oleh Nebuchadnezzar, sehingga bangsa Yahudi tercerai-berai.
Adapun setelah kehancuran pertama ini, mereka akan menjadi kuat dan bisa
mengalahkan musuh-musuhnya. Hal itu terjadi saat sekarang ini, ketika
"Yahudi menggenggam dunia". Dan nanti di puncak kezhalimannya, Israel akan
dihancurkan sebagaimana sisa Kerajaan Sulaiman dulu dihancurkan.
Pertanyaannya, mengapa kehancuran kedua itu tidak dihitung saat Yahudi
dihancurkan oleh Spanyol atau NAZI Jerman? Jawabnya sederhana, sebab waktu
itu Yahudi belum memiliki wilayah sendiri. Mereka masih numpang di negeri
orang. Adapun saat ini Yahudi sudah bermukim di suatu (Palestina) tempat
sebagaimana Kerajaan Sulaiman dulu.

Yahudi sebenarnya
mengimani "jadwal sejarah" sebagaimana disebutkan Al
Qur'an di atas. Mereka yakin, dirinya akan diberi kesempatan untuk
merajalela di muka bumi. Hal itu terbukti sebagaimana kenyataan
saat ini.
Hingga Mahathir Muhammad mengecam dominasi Yahudi, dengan mengatakan bahwa 6
juta Yahudi bisa mengendalikan 6 miliar manusia di dunia. Yahudi tidak
merasa cukup dengan hanya mendirikan Israel , bahkan tidak cukup dengan
menempuh jalur politik, mereka benar-benar ingin merajalela di bumi dengan
segala kedurhakaannya.

Lalu siapa yang ingin dilawan Yahudi? Mereka tidak sekedar ingin melawan
Muslim Palestina, Hamas atau Syaikh Ahmad Yasin, dunia Arab dan Ummat Islam
sedunia, atau segala peradaban manusia. Tetapi mereka ingin melawan Allah
Ta'ala dengan segala kekuatan yang mereka miliki. Yahudi adalah satu-satunya
ras manusia yang berani menghina Allah dengan ucapan mereka: "Tangan Allah
terbelenggu. " Kemudian mereka dikutuk oleh Allah
karena perkataannya itu.
(Al Maa'idah: 64). Mereka pula yang berani mengatakan, "Sesungguhnya Allah
itu fakir dan kami kaya raya." (Ali Imran: 131). Disini ada
dendam sejarah
yang amat sangat parah di hati kaum Yahudi terhadap eksistensi agama Allah.

Aneh memang, Yahudi mengimani khabar Al Qur'an, tetapi sekaligus menentang
eksistensi agama Allah (Islam). Sifat mereka persis iblis yang mengimani
Allah, tetapi mendurhakai- Nya. Untuk merealisasikan maksudnya, Yahudi
mengangkat simbol "Messiah", yang pada hakikatnya adalah dajjal laknatullah.
Dajjal disebutkan oleh Nabi sebagai fitnah terbesar bagi orang-orang
beriman.

Maka janganlah heran dengan kezhaliman Yahudi saat ini di Palestina. Ia
adalah sebagian penampakan atau konsekuensi dari dendam sejarah mereka.
Awalnya, Bani Israil hanyalah sebuah kaum dengan perilaku tertentu.
Perjalanan sejarah mereka yang sangat panjang melahirkan watak durjana luar
biasa. Dan ternyata,
watak Bani Israil itu "telah disiapkan" untuk menjadi
cobaan di akhir jaman. Dulu para ahli tafsir merasa heran, mengapa A
Qur'an
banyak sekali bicara tentang Yahudi? Padahal setelah tercerai-berai di
Madinah, mereka nyaris lenyap (mungkin karena eksodus keluar dari
negeri-negeri Islam). Karena itu sebaik-baik usaha untuk melawan Yahudi
adalah memahami sifat-sifat mereka dalam Al Qur'an (khususnya Surat Al
Baqarah). Dan satu lagi, yakinlah bahwa serangan Israel ke Gaza bukan
serangan terakhir mereka. Itu hanya delay sebelum go with new aggression!

Wallahu a'lam bisshawaab.